Selasa, 17 November 2009

Fungsi dan Tugas Manusia


Marilah kita renungkan dan kita fikirkan dengan hati dan fikiran yang jernih tentang fungsi manusia dihidupkan oleh ALLOH Subhanahu Wata’ala di dunia ini.

Kita perhatikan firman ALLOH Subhanahu Wata’ala :
Artinya kurang lebih :
      Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat : ”Sesungguhnya AKU hendak menjadikan kholifah di muka bumi” (2- Al Baqoroh : 30)
Yang dimaksud “Kholifah” adalah Nabi Adam ‘Alaihissalam yang menurunkan seluruh ummat manusia. Jadi  setiap manusia, sebagai keturunan Nabi Adam ‘Alaihissalam dengan sendirinya sebagai ahli warisnya dan sekaligus menjadi Kholifah ALLOH di muka bumi. Secara Adami berarti setiap manusia mempunyai tugas kewajiban dan tanggung jawab menjalankan kekholifahan. Sebagai Kholifah ALLOH di bumi ummat manusia diberi tugas mengatur kehidupan dunia ini agar menjadi kehidupan yang baik dan benar yang diridloi ALLOH Subhanahu Wata’ala
     Di dalam menjalankan fungsinya sebagai Kholifah ALLOH di muka bumi, manusia tidak bebas begitu saja tanpa arah, melainkan harus mengikuti haluan garis besar dan tujuan pokok yang harus dituju. Antara lain seperti yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an Surat no. 51 Adz- Dzaariaat Ayat 56 :
  Artinya kurang lebih :
“Dan tiada AKU menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya mereka beribadah mengabdikan diri kepada-KU” (51-Adz Dzaariyat : 56)
Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan, situasi dan kondisi yang bagaimanapun, hidup di dunia ini harus diarahkan untuk pengabdian diri (beribadah) kepada ALLOH Subhanahu Wata’ala semata-mata karena ALLOH (LILLAH) sebagai pelaksanaan tugas LIYA’BUDUUNI”.
 Shahabat Ibnu Abbas Radliyallohu ‘anhuma seorang mufassir Al Qur’an yang terkenal sejak zaman Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam, menafsirkan kalimat “Liya’buduuni” dalam ayat tersebut dengan “Liya’rifuuni”. Artinya agar supaya jin dan manusia ma’rifat, mengenal atau sadar kepada-KU (ALLOH). Menurut Syekh Al-Kalabi disebutkan dalam Tafsir Al-Qurthubi, “Liya’buduni” ditafsiri “Liyuwahhiduuni”. Artinya agar men-tauhid-kan (memahaesakan)_AKU. Dua penafsiran tersebut ada keterkaitan satu dengan yang lain. Untuk men-tauhid-kan Alloh Subhanahu Wata’ala harus mengenal-NYA lebih dulu. Mana mungkin seseorang men-tauhid-kan Alloh Subhanahu Wata’ala sebelum mengenal-NYA. Jadi segala hidup dan kehidupan manusia (dan jin) menurut tafsir ini harus sepenuhnya diarahkan atau sebagai sarana untuk ma’rifat atau mengenal ALLOH Subhanahu Wata’ala Sang Maha Pencipta sampai bisa menyadari, meyakini dan mengi’tikadkan dalam hati bahwa segala sesuatu yang tercipta adalah ALLOH Subhanahu Wata’ala Sang Maha Pencipta-lah yang menciptakannya, sehingga dalam hati mengakui dan merasa bahwa pada hikikatnya tiada daya dan kekuatan melainkan dari ALLOH Subhanahu Wata’ala. Dalam istilah lain senantiasa men-tauhidkan (memahaesakan) kepada ALLOH atau menerapkan BILLAH;
Begitu pula ummat manusia tidak mungkin bisa melaksanakan pengabdian diri kepada ALLOH (LILLAH) dan man-tauhid-kan BILLAH sesuai dengan ridlo-NYA tanpa adanya pembimbing. Maka untuk membimbingnya ALLOH Subhanahu Wata’ala memilih di antara hamba-hamba-NYA dijadikan Nabi Pemimpin ummat, dan diantara Nabi-Nabi ada yang ditetapkan sebagai Rosul Utusan-NYA dengan dibekali Kitab Suci sebagai tuntunan hidup bagi ummat manusia. Nabi dan Utusan ALLOH Subhanahu Wata’ala yang terakhir adalah Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam dengan Kitab Suci Al-Qur’an sebagai pedoman dan tuntunan hidup manusia sampai akhir zaman / Yaumil qiyaamah.
Dengan diutusnya Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam ummat manusia diwajibkan menyaksikan bahwa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam sebagai Utusan Alloh dan mentaati atas perintah-perintahnya.  Dalam pelaksanaan taat kepada Beliau disamping pelaksanaan amaliah lahiriyah tidak kalah pentingnya penataan niat / tujuan dalam batin / hati. Yakni dalam pelaksanaan taat secara lahiriyah disamping didasari ibadah semata-mata karena ALLOH (LILLAH) juga harus disertai tujuan mengikuti / mentaati Rosululloh (LIRROSUL). Penerapan seperti inilah yang dibimbingkan pula dalam Ajaran Wahidiyah.
Jasa seseorang tidak boleh diabaikan / dilupakan, melainkan harus diakuinya dan disyukuri, baik dengan ucapan dan perbuatan maupun dengan pengakuan / perasaan batin. Lebih-lebih jasa atas diperolehnya suatu ni’mat dan anugerah yang amat besar nilainya. Yakni karunia iman dan islam. Padahal dari sekian makhluq yang ada di alam ini tiada satupun yang berjasa kepada kita manusia melebihi jasa Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam yang “rahmatan lil’alamiin”. Tiada satupun amal kebaikan yang terlepas dari jasa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam. Untuk itu setiap kita melakukan amal kebaikan seharusnya tidak melupakan jasa Beliau , bahkan harus selalu merasa bahwa segala kebaikan yang kita lakukan dan kita terima atas jasa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam. Istilah Wahidiyah selalu menerapkan BIRROSUL.
Tiada seorang pun yang hidup di alam ini yang tidak memerlukan atau tidak berhubungan pihak lain. Kelahirannya saja di alam fana ini sudah memerlukan banyak pihak. Setiap ada hubungan dengan pihak lain di situ pasti timbul dengan sendirinya suatu hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Penyimpangan dan penyalahgunaan dalam pemenuhan hak dan kewajiban adalah suatu kezhaliman. Kezhaliman yang dilakukan oleh seseorang akan mengakibatkan gelapnya hati dan penghalangnya pintu kesadaran, keimanan, ketaqwaan kepada Dzat Maha Suci serta akan memperberat tuntutan di alam baqa’ nanti.  Dalam Wahidiyah diberi bimbingan secara garis besar tentang kewajiban pemenuhan hak terhadap pihak lain yang diistilahkan dengan YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH (memberikan suatu hak kepada yang berhak menerimanya) dengan prinsip TAQDIIMUL AHAM FAL-AHAM TSUMMAL-ANFA’FAL-ANFA’ (mendahulukan sesuatu yang lebih penting (aham) dan yang lebih besar manfa’atnya (anfa’)).
Penjelasan tentang apa yang diuraikan dalam muqaddimah ini Insya Alloh akan dibahas lebih luas di bawan ini. Mudah-mudahan bermanfa’at dan diriloinya fid-diini wad-dun-ya wal-akhirah. Amiin.

MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DIMUKA BUMI

Kaum Muslimin Rahimakumullah!Manusia dgn makhluk Allah lainnya sangat berbeda apalagi manusia memiliki kelebihan-kelebihan yg tidak dimiliki oleh makhluk yg lain salah satunya manusia diciptakan dgn sebaik-baik bentuk penciptaan namun kemuliaan manusia bukan terletak pada penciptaannya yg baik tetapi tergantung pada; apakah dia bisa menjalankan tugas dan peran yg telah digariskan Allah atau tidak bila tidak maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka dgn segala kesengsaraannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yg serendah-rendahnya kecuali orang-orang yg beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka pahala yg tiada putus-putusnya.” . Paling kurang ada tiga tugas dan peran yg harus dimainkan oleh manusia dan sebagai seorang muslim kita bukan hanya harus mengetahuinya tetapi menjalankannya dalam kehidupan ini agar kehidupan umat manusia bisa berjalan dgn baik dan menyenangkan. Beribadah kepada Allah SWT Beribadah kepada Allah SWT merupakan tugas pokok bahkan satu-satunya tugas dalam kehidupan manusia sehingga apa pun yg dilakukan oleh manusia dan sebagai apa pun dia seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya yg artinya “Dan Aku tidak menciptakan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku.” . Agar segala yg kita lakukan bisa dikategorikan ke dalam ibadah kepada Allah SWT paling tidak ada tiga kriteria yg harus kita penuhi. Pertama lakukan segala sesuatu dgn niat yg ikhlas krn Allah SWT. Keikhlasan merupakan salah satu kunci bagi diterimanya suatu amal oleh Allah SWT dan ini akan berdampak sangat positif bagi manusia yg melaksanakan suatu amal krn meskipun apa yg harus dilaksanakannya itu berat ia tidak merasakannya sebagai sesuatu yg berat apalagi amal yg memang sudah ringan. Sebaliknya tanpa keikhlasan amal yg ringan sekalipun akan terasa menjadi berat apalagi amal yg jelas-jelas berat utk dilaksanakan tentu akan menjadi amal yg terasa sangat berat utk mengamalkannya. Kedua lakukan segala sesuatu dgn cara yg benar bukan membenarkan segala cara sebagaimana yg telah digariskan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Manakala seorang muslim telah menjalankan segala sesuatu sesuai dgn ketentuan Allah SWT maka tidak ada penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan ini yg membuat perjalanan hidup manusia menjadi sesuatu yg menyenangkan. Ketiga adl lakukan segala sesuatu dgn tujuan mengharap ridha Allah SWT dan ini akan membuat manusia hanya punya satu kepentingan yakni ridha-Nya. Bila ini yg terjadi maka upaya menegakkan kebaikan dan kebenaran tidak akan menghadapi kesulitan terutama kesulitan dari dalam diri para penegaknya hal ini krn hambatan-hambatan itu seringkali terjadi krn manusia memiliki kepentingan-kepentingan lain yg justru bertentangan dgn ridha Allah SWT. Khalifah Allah di Muka Bumi Nilai-nilai dan segala ketentuan yg berasal dari Allah SWT harus ditegakkan dalam kehidupan di dunia ini. Untuk menegakkannya manusia diperankan oleh Allah SWT sebagai khalifah Allah di muka bumi ini utk menegakkan syariat-syariat-Nya Allah SWT berfirman yg artinya “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” . Untuk bisa menjalankan fungsi khalifah manusia harus menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta menyiarkan kebaikan dan kemaslahatan ini merupakan perkara yg sangat mendasar utk bisa diterapkan. Tanpa kebenaran dan keadilan serta kebaikan dan kemaslahatan tidak mungkin tatanan kehidupan umat manusia bisa diwujudkan karenanya ini menjadi persyaratan utama bagi manusia utk menjalankan fungsi khalifah pada dirinya. Allah SWT berfirman yg artinya “Hai Daud sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi maka berilah keputusan di antara manusia dgn adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu krn ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yg sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yg berat krn mereka melupakan hari perhitungan.” . Untuk bisa memperoleh kehidupan yg baik di dunia ini salah satu yg menjadi penopang utamanya adl penegakkan hukum secara adil sehingga siapa pun yg bersalah akan dikenai hukuman sesuai dgn tingkat kesalahannya karenanya hal ini merupakan sesuatu yg sangat ditekankan oleh Allah SWT kepada manusia sebagaimana terdapat dalam firman-Nya yg artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yg berhak menerimanya dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkannya dgn adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yg sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” . Mengingat keadilan begitu penting bagi upaya mewujudkan kehidupan yg baik keharusan berlaku adil tetap ditegakkan meskipun kepada orang yg kita benci sehingga jangan sampai krn kebencian kita kepadanya keadilan yg semestinya ia ni’mati tidak bisa mereka peroleh. Manakala keadilan bisa ditegakkan maka masyarakat yg bertakwa kepada Allah SWT cepat atau lambat akan terwujud. Allah berfirman yg artinya “Hai orang-orang yg beriman hendaklah kamu jadi orang yg selalu menegakkan krn Allah menjadi saksi dgn adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu utk berlaku tidak adil. Berlaku adillah krn adil itu lbh dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yg kamu kerjakan.” . Membangun Peradaban Kehidupan dan martabat manusia sangat berbeda dgn binatang. Binatang tidak memiliki peradaban sehingga betapa rendah derajat binatang itu. Adapun manusia dicipta oleh Allah SWT utk membangun dan menegakkan peradaban yg mulia karenanya Allah SWT menetapkan manusia sebagai pemakmur bumi ini. Allah berfirman yg artinya “Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan pemakmurnya.” . Untuk bisa membangun kehidupan yg beradab ada lima pondasi masyarakat beradab yg harus diwujudkan dan diperjuangan pelestariannya yaitu pertama nilai-nilai agama Islam yg datang dari Allah SWT kedua akal yg merupakan potensi besar utk berpikir dan merenungkan segala sesuatu. Ketiga harta yg harus dicari secara halal dan bukan menghalalkan segala cara. Keempat kehormatan manusia dgn akhlaknya yg mulia yg harus dijaga dan dilestarikan. Dan kelima keturunan atau nasab manusia yg harus jelas sehingga dalam masalah hubungan seksual misalnya manusia tidak akan melakukannya kepada sembarang orang. Manakala manusia tidak mampu membangun peradaban sebagaimana yg telah digariskan oleh Allah SWT maka martabat manusia akan menjadi lbh rendah dari binatang hal ini krn manusia bukan hanya memiliki potensi fisik yg sempurna dibanding binatang juga manusia punya botensi berpikir dan mendapat bimbingan berupa wahyu dari Allah SWT yg diturunkan kepada para Nabi. Dalam kaitan kemungkinan manusia menjadi lbh rendah atau lbh sesat dari binatang bahkan binatang ternak dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.” . Kaum mislimin yg berbahagia!Dari keterangan di atas menjadi jelas bagi kita bahwa kemuliaan manusia sangat tergantung pada apakah ia bisa menjalankan tugas dan perannya dgn baik atau tidak bila tidak maka kemuliaannya sebagai manusia akan jatuh ke derajat yg serendah-rendah dan ia akan kembali kepada Allah dgn kehinaan yg sangat memalukan dan di akhirat ia menjadi hamba Allah yg mengalami kerugiaan yg tidak terbayangkan.

Rabu, 23 September 2009

Minggu, 20 September 2009

Wajib Belajar 9 Tahun

Wajib belajar berhasil. Sebuah pertanyaan atau sebuah pernyataan ?. Hampir satu dasawarsa pencanangan sekaligus pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, namun evaluasi tentang program ini sedikit sekali. Pada awal dimulainya program ini banyak orang beranggapan bahwa SMP dihapus dan SD dijadikan 9 tahun. Yang beranggapan seperti inipun bukan hanya dari masyarakat awam, melainkan guru/pendidik banyak yang beranggapan demikian. Dampak dari pelaksanaan wajarpun juga sedikit yang mengevaluasi.
Jika keberhasilan wajib belajar dipertanyakan, kepada siapakah kita harus bertanya. Jika wajib belajar sebuah keberhasilan adalah sebuah pernyataan, siapa yang menyatakan demikian? Apa parameter yang menunjukkan keberhasilan tersebut?. Sebuah pertanyaan atau pernyataan keduanya adalah suatu “DILEMAE”.
DILEMAE 1 (dilêmaé ; dilêm bhs. Jawa = dipuji). Cukupkah kita sekedar memuji pelaksanaan wajib belajar. Sedikit anak usia 5-15 tahun yang tidak pernah marasakan sekolah dasar. Maraknya pembangunan gedung Sekolah Dasar, larisnya D2-PGSD, S1-PGSD menurunnya angka buta huruf adalah merupakan indikator keberhasilan wajar 9 tahun.
Tidak sedikit siswa SMA yang kemampuan matematikanya, membacanya setara kelas IV SD. Ketika kelas 1 SD masih belum bisa membaca, belum lancar berhitung tetapi oleh sekolahnya tetap dinaikkan ke kelas II, alasannya klasik “ kitakan menyukseskan program pemerintah tentang wajib belajar 9 tahun ”. Selanjutnya anak tersebut harus mengikuti pelajaran kelas II yang semakin sulit, tetapi tetap saja naik kelas III, karena kalau tidak masyarakat akan mengatakan bahwa itu sekolah yang tidak mendukung program pemerintah.
Belum lagi tentang kejadian yang dialami anak-anakku, setiap menemui materi yang sulit dilewati, terutama matematika. Selain itu seandainya ada PR dan jawabannya tidak sesuai dengan gurunya niscaya akan disalahkan, padahal benar jawaban anak-anak itu. Keterampilan hanya diajarkan mengumpulkan hasta karya yang ada di pasar, bukan ditunjukkan cara membuat suatu karya.
Tiba saatnya anak-anak tersebut masuk SMP, anak-anak yang kemampuannya, kompetensi dasarnya masih setingkat kelas IV SD dipaksakan untuk belajar materi SMP. Bisa kita bayangkan bagaimana sulitnya guru-guru SMP mengejar target kurikulum. Kalau guru di ibaratkan koki, maka siswa tadi adalah bahan mentah yang akan diolah sang koki untuk menjadi kue enak dengan nilai jual yang layak. Sebuah korelasi positif antara bahan mentah dan kue yang dihasilkan, yaitu jika bahan mentahnya bagus tentu akan dihasilkan kue yang bagus dan enak. Pun akan sebaliknya, koki mana yang sanggup membuat kue enak dan bagus kalau telur sebagai bahan mentah adalah telur busuk?
Menjelang pelaksanaan Ujian Nasional Kepala Sekolah SMP kebingungan. Bagaimana tidak? “Atasan” menargetken tingkat kelulusan harus diatas 90%, dengan alasan yang sama juga klasiknya “bahwa SMP kan kena program wajib belajar 9 tahun”. Untuk apa kelulusan mereka dipersulit? Tentunya permasalahannya bukan mempersulit atau mempermudah, tetapi kemampuan anak untuk mencapai standar kelulusan yang ditetapkan. Sebuah pertanyaan atau pernyataan bahwa wajib belajar 9 tahun sukses.
DILEMAE 2 (dilèmaé ; lem, lim = perekat). Dilemae, kita rekatkan saja, kita rapatkan saja, kita satukan saja, kita kristalkan saja pengertian tentang wajar 9 tahun. Setelah kita satu konsep tentang wajar, maka kita bisa bersama-sama untuk memajukan pendidikan. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru atau sekolah. Seluruh Stake Holder School harus terlibat untuk keberhasilan pendidikan.
Pemerintah pusat seharusnya tidak menetapkan standar ganda. Menurut Undang-undang Sisdiknas bahwa gurulah yang berhak memberikan penilaian keberhasilan peserta didik. Namun seperti kita ketahui bersama ternyata pemerintah menentukan standar kelulusan siswa melalui Ujian Nasional. Cukupkah keberhasilan siswa selama tiga tahun hanya ditentukan dengan melihat hasil ujian selama tiga hari?. Pemerintah harus instrospeksi, bukankah standar ganda itu melanggar Undang-undang?
Dalam hal wajar 9 tahun, pemerintahpun harus tegas. Apakah setelah sekolah selama 9 tahun harus memiliki ijazah SMP? Apakah anak bangsa harus sekolah pada usia anak-remaja? Apakah anak bangsa harus sekolah tanpa memperhatikan kompetensi dasar yang dicapai? Saya lebih memilih bahwa hak mereka untuk sekolah adalah dijamin oleh Undang-undang. Namun sebaliknya kenaikan dan kelulusan mereka ada di tangan guru-guru mereka yang mengetahui ketercapaian kompetensi dasarnya. Gurulah yang berhak meniliai keberhasilan siswa begitulah yang diamanatkan oleh Undang-undang Sisdiknas. Sehingga kalau memang belum tercapai kompetensi dasarnya tidak harus dinaikkan, sekalipun anak tersebut telah menempuh selama 9 tahun. Hak anak adalah mendapatkan pengajaran, bukan kelulusan. Hak guru adalah menilai. Pemerintah berkewajiban melindungai semuanya, siswa, guru dan perangkat kurikulum yang berlaku serta menyediakan sarana prasarananya.
Pemerintah Daerahpun jangan hanya melihat bahwa prosentase kelulusan UAN sebagai prestise daerah. Fenomena ketakutan dianggap sebagai daerah tertinggal sangat menghantui para pemimpin daerah, bahkan kalau kita simak beberapa saat lalu ada kepala daerah yang mengancam akan memutasi Kepala Sekolah jika banyak siswa yang tidak lulus.
Guru sebagai ujung tombak dalam perang melawan kebodohan harus selalu mengasah senjata. Asal-asalan dalam mengajar yang selama ini di jalani mulai pelan-pelan dikurangi. Bahkan saya mengusulkan guru secara berkala mengikuti UAN pada tingkat sekolah masing-masing. Bukan untuk menentukan kelulusan guru, melainkan untuk menjaga stamina keilmuan. Sebagai guru Bahasa Indonesia bukan berarti harus buta bahasa Inggris, matematika, ekonomi. Paling tidak guru akan selalu meng-update informasi dan pengetahuan. Begitu juga guru Matematika bukan berarti harus buta bahasa karena dengan bahasa yang benar proses transfer ilmu akan lebih mudah dimengerti oleh siswa.
Dalam hal meningkatkan pengetahuan, menambah informasi sudah zamannya kalau guru tidak buta teknologi. Internet sebagai sumber informasi masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh guru. Salah satu penyebabnya adalah biaya akses yang mahal. Kalau gurunya miskin informasi, gagap teknologi tentunya akan menghasilkan output yang miskin informasi dan berdaya saing rendah.
Masyarakat/stake holder yang selama ini kita abaikan dalam ikut menyukseskan harus diberi wadah dan respon yang positif. Sebagai contoh PT. Adaro-Pama dengan lembaga LP3-nya telah ikut berperan aktif untuk ikut dalam menyokong kokohnya pendidikan. Penghargaan yang tinggi harus diberikan kepada PT. Adaro-Pama, hal ini tentunya akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk berlomba-lomba mendukung pendidikan.
Akhirnya keberhasilan wajar 9 tahun jangan hanya kita jadikan pertanyaan atau pernyataan, tetapi sebuah komitmen bersama. Keberhasilan SMA ditentukan dari keberhasilan pendidikan di SMP. Keberhasilan pendidikan SMP pun ditentukan oleh keberhasilan di tingkat SD. Sehingga SD-SMP-SMA adalah suatu link pendidikan yang tidak terpisahkan. Jika pendidikan di tingkat SD benar tidak akan ditemukan siswa SMA kesulitan dalam membaca. Pendidikan adalah investasi jangka panjang, pendidikan adalah tanggung jawab bersama.